I. Pengertian
Kurang lebih 200 tahun yang lalu Immanuel Khant pernah
menulis dengan terjemahan sebagai berikut “masih juga sarjana hukum
mencari-cari suatu definisi tentang hukum. Sesungguhnya ucapan Khant hingga
kini masih berlaku sebab telah banyak benar Sarjana Hukum mencari suatu batasan
tentang Hukum namun setiap pembatasan tentang Hukum yang diperoleh, belum
pernah memberikan kepuasan.
Hampir semua Sarjana Hukum memberikan pembatasan Hukum
yang berlaianan, kata Prof.Van Apeldoorn. Berbagai permasalahan perumusan yang
dikemukakan, kita akan menjumpai tidak adanya penyesuaian pendapat.
Berikut definisi hukum daripada sarjana hukum yang dapat
diterjemahkan sebagai berikut:
a.
Prof.Mr.E.M.Meyers
dalam bukunya “De Algemene Begrifen Van Het Bugerlijk Recht”.
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan
kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang
menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
b. Leon
Duguit: hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang
daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh masyarakat sebagai
jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar meninmbulkan reaksi
bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
Sesungguhnya akan sukar bagi kita untuk memberi definisi
hukum yang merumuskan semua pihak. Akan tetapi walaupun tak mungkin diadakan
suatu batasan yang lengkap tentang apakah itu hukum, namun Drs.E.Utrecht, SH
telah mencoba membuat suatu batasan, yang maksudnya sebagai pegangan bagi orang
yang sedang mempelajari Ilmu Hukum, yang tertuang dalam bukunya yang berjudul
“Pengantar Dalam Hukum Indonesia” (1953), memberikan batasan Hukum sebagai
berikut:
“Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan
(perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu
masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”.
Dari penjelasan pengertian tentang hukum diatas selaras
dengan UU No.1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro sebagai salah satu
produk hukum yang memiliki batasan dimana UU No.1 Tahun 2013 merupakan suatu
aturan yang diturut dalam peningkatan dan perbaikan khususnya pada lembaga
keuangan bukan bank yang bersifat memaksa dibuat oleh badan resmi berwajib
dimana pelanggar terhadap peraturan-peraturan tersebut berakibat sanksi. Adapun
pengertian dari Lembaga Keungan Mikro terdapat pada pasal 1 nomor 1:
“Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya
disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan
jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau
pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan
simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak
semata-mata mencari keuntungan.”
II. Unsur-Unsur Hukum
Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para
sarjana hukum Indonesia diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hukum itu
meliputi beberapa unsur, yaitu:
a. Peraturan
mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat. UU No.1 Tahun 2013
sudah dapat dikatakan sebagai hukum karena sudah memuat tingkah laku manusia
dalam pergaulan masyarakat, yang tertuang dalam pasal 3 UU No 1 Tahun
2013:
LKM
bertujuan untuk:
a.
meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;
b.
membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan
c.
membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama
masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
b.
Peraturan
itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib. Sudah selaras dengan UU No 1
Tahun 2013, yang tertuang di dalam pasal 7:
1. Sumber permodalan LKM disesuaikan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai dengan badan hukumnya.
2.
Ketentuan mengenai besaran modal LKM
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
c.
Peraturan
bersifat memaksa. Sudah selaras dengan UU No 1 Tahun 2013, yang tertuang dalam
pasal 29 ayat 1:
LKM
wajib melakukan dan memelihara pencatatan dan/atau pembukuan keuangan sesuai
dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Sanksi
terhadap pelanggaran peraturan tersebut tegas. Sudah selaras dengan UU No 1
tahun 2013, yang tertuang dalam pasal 34 ayat 1:
Setiap
orang yang menjalankan usaha LKM tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
III. Ciri-Ciri Hukum
Untuk dapat mengenal hukum kita harus dapat mengenal
ciri-ciri hukum, yaitu:
a.
Adanya
perintah, dan larangan. Ciri yang pertama sudah selaras dengan UU No 1 Tahun
2013 yang tertuang dalam pasal 33, 34, 35, 36, 37, dan 38
b. Perintah
dan atau larangan itu harus di patuhi setiap orang. Dimana unsur ini sudah
dipenuhi oleh UU No 1 Tahun 2013, dimana yang tertuang dalam pasal diatas
terdapat sanksi maupun ketentuan pidana yang memaksa seseorang untuk mematuhi
peraturan tersebut.
Setiap orang wajib bertindak sedemikian rupa dalam
masyarakat, sehingga taat tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan
sebaik-baiknya. Oleh karen itu hukum meliputi berbagai peraturan yang
menentukan –dan mengatur perhubungan dengan orang yang satu dengan yang lain,
takni peraturan-peraturan hidup kemsyarakatan yang dinamakan Kaidah Hukum. Barang
siapa yang dengan sengaja melanggar suatu kaidah hukum akan dikenakan sanksi
yang berupahukuman. Hukuman atau pidana itu bermacam-macam,yang menurut pasal
10 kitab undang-undang hukum pidana ialah:
a.
Pidana
Pokok, yang terdiri dari,
1.
Pidana
mati
2.
Pidana
penjara
a)
Seumur
hidup
b)
Sementara
(setinggi-tingginya 20 tahun sekurang-kurangnya satu tahun atau pidana penjara
selama waktu tertentu).
3.
Pidana
kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya satu tahun
4.
Pidana
denda (sebagai pengganti hukuman kurungan)
5.
Pidana
tutupun
b.
Pidana
Tambahan, yang terdiri dari:
1.
Pencabutan
hak-hak tertentu
2.
Perampasan
(penyitaan) barang-barang tertentu
3.
Pengumuman
keputusan hakim
Dimana hukuman atau pidana dalam UU No 1 Tahun 2013 telah
diatur dalam pasal 34, 35, 36, 37, dan 38, dimana salah satu bunyi pasalnya
yang berbunyi:
Pasal 34
(1)
Setiap orang yang menjalankan usaha LKM tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
(2)
Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan
hukum yang berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, maka penuntutan terhadap
badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah
melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan
itu atau terhadap kedua-duanya.
VI. Sifat dari Hukum
Telah dijelaskan diatas, beahwa tata tertib dalam
masyarakat itu tetap terpelihara, maka harus kaedah itu ditaati. Akan tetapi
tidak semua orang mau menaati kaedah kaedah hukum itu; dan agar supaya
peraturan hidup kemasyarakatan benar-benar dipatuhi dan ditaati sehingga
menjadi kaedah hukum, maka peraturan hidup kemasyarakatan itu harus di lengkapi
dengan unsur memaksa. Dengan demikian hukum itu mempunyai sifat mengatur dan
memaksa. Ia merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat
memaksa orang supaya menaati tata tertib kemasyarakatan serta memberikan sanksi
yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak menaati. Dimana UU No.1
Tahun 2013 memiliki sifat hukum yang sama yakni mengatur dan memaksa, yang
memberikan sanksi tegas terhadap pelanggar. Sesuai dengan pidana dan sanksi
administrasi yang dijelaskan dalam pasal 34 s/d 38.
VII. Tujuan Hukum
Untuk jaminan kelanngsungan keseimbangan dalam hubungan
antara anggota masyarakat diperlukan aturan aturan hukum yang diadakan atas
kehendak dan kesadaran tiap-tiap anggota masyarakat itu. Peraturan-peraturan
hukum yang bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat untuk patuh
menaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam tiap perhubungan dalam
masyarakat. Setiap hubungan kemsyarakatan tak boleh bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat
berlangsung terus dan diterima oleh anggota masyarakat, maka
peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh
bertentangandengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut. Dengan
demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat
dan hukum pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat
itu. Berkenaan dengan tujuan hukum, kita mengenal beberapa pendapat sarjana
ilmu hukum yang diantaranya sebagai berikut:
1. Geny
Dalam “Science et technique en droit prive positif” Geny
mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Dan
sebagai unsur dari pada keadilan disebutkannya ”kepentingan daya guna dan
kemanfaatan”.
2. Bentham (Teori Utilitis)
Jeremy Bentham dalam bukunnya “Introduktion to the morals
and legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata
apa yang berfaedah bagi orang. Dan karena apa yang berfaedah kepada orang yang
satu, mungkin merugikan orang lain, maka menurut teori utilitas, tujuan hukum
ialah menjamin adanya kebahagiaan sebanyak banhyaknya pada orang sebanyak
banyaknya. Kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama
dari hukum.
Dalam hal ini, pendapat Bentham dititikberatkan pada
hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum, namun tidak memperhatikan unsur
keadilan. Sebaliknya Mr J.H.P Beefroid dalam bukunnya “Inleiding tot de
Rechtswetenschap in Netherland” mengatakan: “De inhoud van het recht dient te
worden bepalald onder leiding van twee grondbeginselen, t.w.de rechtvaardigheid
en de doeatigheid (isi hukum harus ditentukan menurut dua azas yaitu asas keadilan
dan faedah).
VIII.
Sumber-Sumber Hukum
Adapun
sumber hukum adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang
mempunyai kekuatan bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar
mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber
hukum dapat ditinjau dari 2 segi yaitu:
a. Segi
Material
Sumber
hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, seperti sudut ekonomi,
sejarah fisiologi, filsafat dan sebagainya.
b. Segi
Formal
Sumber
hukum formal antara lain:
a) Undang-undang
b) Kebiasaan
c) Keputusan-keputusan
Hakim
d) Traktat
e) Pendapat
Sarjana Hukum
Dari
sumber-sumber hukum ini saya dapat berpendapat, bahwa sudah jelas yang tertera
didalam UU No.1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro kalau isi didalam
undang-undang tersebut sudah menjadi landasan hukum dan kepastian hukum
terhadap semua kegiatan lembaga keuangan mikro. Undang-undang ini memuat
substansi pokok mengenai ketentuan lingkup LKM, konsep simpanan dan
pinjaman/pembiayaan dalam definisi LKM, asas dan tujuan.
IX. Kodefikasi
Hukum
Kodefikasi
adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara
sistematis dan lengkap.
Adapun
unsur-unsur kodefikasi hukum adalah: a. Jenis-jenis hukum tertentu (ex: Hukum
Perdata) b. Sistematis c. Lengkap
Menurut
bentuknya hukum itu dapat dibedakan menjadi:
1. Hukum
Tertulis (Statute Law = Written Law). Hukum yang dicantumkan dalam pelbagai
peraturan-peraturan.
2. Hukum
Tak Tertulis (Unstatutery Law = Unwritten Law). Hukum yang masih hidup dalam
keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti
suatu peraturan-peraturan (disebut juga hukum kebiasaan).Mengenai Hukum Tertulis, ada yang dikodefikasikan, ada yang belum
dikodefikasikan.
Dapat
disimpulkan dari kodefikasi hukum yang saya gunakan dalam produk hukum yang
saya analisis adalah kodefikasi hukum tertulis, karena produk hukum yang saya
gunakan adalah bagian dari hukum tertulis yang berupa UU No.1 Tahun 2013 Bab
VIII tentang Perlindungan Pengguna Jasa LKM. Hukum tersebut sudah sangat kuat
dimata hukum karena sudah di sah kan oleh lembaga yang bersangkutan agar
melindungi pengguna jasa LKM.
Hukum
tertulis tersebut dari dukungan UU No.1 Tahun 2013 Bab VIII tentang Perlindungan
Pengguna Jasa LKM yaitu:
Pasal 25
Untuk
perlindungan penyimpan dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan berwenang
melakukan tindakan pencegahan kerugian Penyimpan dan masyarakat yang meliputi:
a. Memberikan
informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik dan kegiatan usaha
LKM;
b. Meminta
LKM untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi
merugikan masyarakat; dan
c. Tindakan
lain yang dianggap perlu sesuai dengan Undang-Undang ini.
Referensi
www.ojk.go.id/Files/box/LKM/faq-lkm.pdf
Katuuk, N.F. (n.d). Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta.
Universitas Gunadarma